Saturday, 11 April 2020

Sejarah Kerajaan Galunggung

Sejarah Kerajaan Galunggung

Gunung Galunggung yang berada di Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, yang berada di ketinggalan 2.167 meter di atas permukaan laut ini merupakan salah satu gunung aktif yang ada di Indonesia.

Saat ini, gunung yang pernah meletus hebat pada tahun 1982 ini menjadi objek wisata primadona warga Tasikmalaya. Meski sudah dikenal mengenai keindahan Gunung Galunggung, tidak banyak orang yang mengetahui sejarah gunung yang berjarak lebih kurang 17 km dari pusat Kota Tasikmalaya ini.

Kerajaan Galunggung adalah kerajaan di Tatar Pasundan. Tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya membuka Rajyamandala Galunggung (kerajaan bawahan Galunggung). Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada zaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang. Saat pengaruh Islam menguat, pusat tersebut pindah ke daerah Pamijahan dengan Syekh Abdul Muhyi (abad ke XVII) sebagai tokoh ulama panutan.

Dimulai pada abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap syah bila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abad tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.

Ditemukannya Prasasti Geger Hanjuang di Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, oleh K.F. Holle pada  1877 sebagai penanda atau bukti bahwa pada zaman dahulu Galunggung merupakan sebuah kerajaan. Dalam prasasti tersebut terdapat tulisan berbahasa Sunda kuno yang berbunyi ‘tra ba I guna apuy na sta gomati sakakala ru mata k disusu (k) ku batari hyang pun’. Jika diterjemahkan, arti dari tulisan tersebut yakni, (Pada tahun) 1033 (saka) (ibu kota) ruma(n) tak diperkuat (pertahanannya) oleh Batari Hyang. “Batari Hyang memperkuat benteng pertahanan di Ibu Kota Kerajaan Galunggung yaitu Rumantak yang dilakukan pada tahun 1033 saka atau 1111 masehi. Memperkuat pertahannya dengan cara membuat parit atau nyusuk atau marigi,”

Dilihat dari Prasati Geger Hanjuang itu, ada dua hal yang menjadi penting dalam teks prasasti, yakni Rumantak sebagai ibu kota kerajaan dan Batari Hyang  sebagai penguasa atau pemimpin kerajaan.P Padaawal abad XI M, Kerajaan Sunda di bawah kepemimpinan Sri Jayabupati  adalah kerajaan yang sangat kuat. Sedangkan Galunggung pada saat itu dikuasai oleh Resi Guru Sudakarmawisesa. Beliau menikah dengan Dewi Citrawati yang merupakan anak Resi Guru Batara Hyang Purnawijaya keturunan Sri Jayabupati.

“Setelah menikah, Sudakarmawisesa memilih untuk melakukan perjalalan spiritual dan mempercayakan tahta kepada Dewi Citrawati dengan gelar Batari Hyang Janapati,” pungkas Muhajir.

Batari Hyang memimpin Kerajaan Galunggung dengan bijaksana. Kepemimpinannya mampu membawa Kerajaan Galunggung pada kegemilangan, dan nasihat-nasihatnya tentang kehidupan menjadi rujukan generasi berikutnya, tidak hanya di lingkungan Kerajaan Galunggung, tetapi juga dalam lingkup yang lebih besar.

Asumsi ini didasari oleh keterangan yang bisa dibaca dari naskah Amanat Galunggung yang berbunyi ‘jaga isos di carék nu kwalyat, ngalalakon agama nu nyusuk na Galunggung, marapan jaya pran jadyan tahun, heubeul nyéwana, jaga makéyana patikrama, paninggalna sya séda’.

Artinya, tetaplah mengikuti ucap orang tua, melaksanakan ajaran yang membuat parit pertahanan di Galunggung, agar unggul perang, serta tumbuh tanam-tanaman, lama berjaya panjang umur, sungguh-sungguhlah mengikuti patikrama warisan dari para suwargi.

Sumber : Wikipedia
               : Artikel Online

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com